Sabtu, 11 Mei 2013

Proposal Pembangunan Jalan Menggunakan Ready Mix


Selain menggunakan paving, BKM Puspamandiri juga kadang melaksanakan pembangunan jalan menggunakan betonisasi, di beberapa tempat, bahkan menggunakan ready mix
Ready mix merupakan produksi dari sebuah pabrik pencampur (dikenal dengan batching plan) kemudian diangkut dengan truk molen. Sistem pencampuran bisa melalui alat batchin plan, kemudian campuran beton yang sudah jadi sesuai dengan komposisi campuran beton yang dikehendaki dituangkan kedalam truk molen (dikenal dengan system basah). Sistem pencampuran yang lain bahwa komponen beton ditakar  dialat,  setelah sesuai dengan komposisi beton rencana kemudian ditungkan kedalam truk molen (dikenal dengan system kering) dan truk molen tadi selain sebagai pengangkut ke tujuan yang dikehendaki juga sebagai tempat pengadukan beton.

Kendaraan yang mengangkut ready mix

Pengadukan beton sangat disarankan menggunakan mesin molen karena dengan mesin tersebut akan dihasilkan campuran yang homogen. Pencampuran dengan menggunakan tangan (cara konvensional) sebaiknya dihindari, kecuali hanya untuk pencampuran beton dalam volume yang kecil karena kenyataan dilapangan bahwa pencampuran dengan menggunakan tangan (konvensional) akan menghasilkan campuran beton yang  tidak homegen dan yang lebih mengenaskan lagi bahwa beton anda menjadi jelek karena pencampuran yang  tidak benar.  Inti dari pencampuran adalah campuran beton siap cor yang homogen, hal ini ditandai dengan tidak kelihatanya pasir beton yang anda gunakan (sudah tercampur merata).
Ready mix yang siap digunakan
Proposal pembangunan jalan menggunakan ready mix tentu berbeda dengan proposal betonisasi biasa, di bawah ini adalah contoh proposal pembangunan jalan menggunakan ready mix: 

Proposal Pembangunan Posyandu



Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu (Posyandu) adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Jadi, Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa. A.A. Gde Muninjaya (2002:169) mengatakan : ”Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai dusun, balai kelurahan, RW, dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu (Posyandu)”. Konsep Posyandu berkaitan erat dengan keterpaduan. Keterpaduan yang dimaksud meliputi keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan, aspek petugas penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya. (Departemen kesehatan, 1987:10).
Salah satu posyandu yang dibangun melalui Program PNPM - Mandiri

Posyandu dimulai terutama untuk melayani balita (imunisasi, timbang berat badan) dan orang lanjut usia (Posyandu Lansia), dan lahir melalui suatu Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Ketua Tim Penggerak (TP) Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan dicanangkan pada sekitar tahun 1986. Legitimasi keberadaan Posyandu ini diperkuat kembali melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 yang antara lain berisikan “Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu” yang antara lain meminta diaktifkannya kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL).
Tenaga sukarelawan kesehatan di Posyandu—yang telah mendapatkan pelatihan dari dinas kesehatan setempat—memberikan panduan kesehatan bagi ibu hamil dan ibu menyusui. Selain itu, Posyandu juga memberi vaksinasi dan makanan suplemen kepada bayi dan balita. Posyandu juga menjadi media deteksi dini kasus-kasus malnutrisi dan kekurangan gizi pada bayi dan balita.
Masyarakat yang diwilayahnya belum memiliki posyandu, dapat mengajukan proposal pembangunan posyandu kepada pengurus BKM, melalui program PNPM Mandiri. Adapun format proposalnya dapat didownload melalui link dibawah ini:

Proposal Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni


Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial. Untuk menunjang fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang baik maka harus dipenuhi syarat fisik yaitu aman sebagai tempat berlindung, secara mental memenuhi rasa kenyamanan dan secara sosial dapat menjaga privasi setiap anggota keluarga, menjadi media bagi pelaksanaan bimbingan serta pendidikan keluarga. Dengan terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar berupa rumah yang layak huni, diharapkan tercapai ketahanan keluarga.
Rumah Tidak Layak Huni

Pada kenyataannya, untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan tersebut bukanlah hal yang mudah. Ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri. Pemberdayaan fakir miskin juga mencakup upaya Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSTLH). Demikian juga persoalan sarana prasarana lingkungan yang kurang memadai dapat menghambat tercapainya kesejahteraan suatu komunitas. Lingkungan yang kumuh atau sarana prasarana lingkungan yang minim dapat menyebabkan masalah sosial dan kesehatan.
Rumah Tidak Layak Huni

Permasalahan Rumah Tidak Layak Huni yang dihuni atau dimiliki oleh kelompok fakir miskin memiliki multidimensional. Oleh sebab itu, kepedulian untuk menangani masalah tersebut diharapkan terus ditingkatkan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat (stakeholder) baik pemerintah pusat maupun daerah, dunia usaha, masyarakat, LSM dan elemen lainnya. Untuk memperbaiki RTLH tersebut, Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin mengalokasikan kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RSTLH) yang dipadukan dengan pembuatan Sarana dan Prasarana Lingkungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dapat diakses secara umum.

A. Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan RS-RTLH

1. Memiliki KTP/identitas diri yang berlaku;
2. Kepala keluarga /anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata pencaharian atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiian;
3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat dan raskin;
4. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati;
5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari kelurahan /desa atas status tanah.
6.  Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial, dengan kondisi sebagai berikut :
a. Tidak permanen dan / atau rusak;
b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti : papan, ilalang, bamboo yang dianyam/gedeg, dsb;
c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu keselamatan penghuninya;
d. Lantai tanah/semen dalam kondisi rusak;

e. Diutamakan rumah tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus.

Adapun Contoh Proposal Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni, bisa didownload melalui link di bawah ini:
Proposal Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni